MENGURAI JEJAK TEORI TEKTONIK LEMPENG DI GEOAREA KARANGSAMBUNG KARANGBOLONG

Kebumen, Humas BRIN. Menjelajah Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung dan Karangbolong di Kabupaten Kebumen mengingatkan kita pada pernyataan ‘The Present is The Key to The Past.’ Hipotesis ahli geologi Charles Lyell tersebut menjelaskan proses geologi yang terjadi saat ini berkait-paut dengan fenomena masa lampau. “Itu artinya fenomena geologi yang ada sekarang dapat menjelaskan kejadian di masa lalu, salah satu bukti otentiknya dapat dilihat di Geopark Nasional Karangsambung – Karangbolong,” ungkap Chusni Ansori, Peneliti Utama Bidang Geologi OR Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN dalam webinar Virtual Geotour Series Geopark Nasional Karangsambung Karangbolong pada (25/9).

Ia menjelaskan, Karangsambung menjadi artefak geologi yang dapat mengungkap proses terjadinya tumbukan Lempeng Samudera Hindia Australia dengan Lempeng Benua Eurasia pada 119 juta tahun lalu. “Tidak heran, kita dapat menemukan beragam jenis batuan yang bercampur-aduk menjadi satu yang disebut komplek Mélange Luk Ulo di Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung ini,” ujar Chusni.

Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (KCAGK) tersebut menjadi bagian dari Geopark Nasional Karangsambung Karangbolong (GNKK). “GNKK ini memiliki keragaman batuan unik yang menyangkut enam periode sejarah geologi, di bagian utara batuannya lebih beragam atau disebut Mélange, sedangkan batuan di bagian selatan cenderung seragam yang membentuk morfologi karst” tambahnya.

Lebih lanjut, Chusni memaparkan ragam singkapan batuan unik di KCAGK Karangsambung. Di Totogan View dapat dijumpai jejak zona pertemuan lempeng, dengan morfologi aneka batuan dari rentang umur dan lokasi pembentukan awal yang berbeda-beda namun bertemu di kawasan tersebut. Disamping itu, dari singkapan Wagir Sambeng terlihat morfologi amphitheater Karangsambung yang awalnya merupakan bukit antiklin kemudian mengalami proses pembalikan topografi membentuk lembah yang dikontrol oleh struktur geologi, litologi dan proses geologi jutaan tahun lalu. Pada singkapan batuan rijang dan gamping merah dapat ditemukan fosil Radiolaria yang merupakan biota laut dalam berumur kapur. “Ini menjadi bukti kuat bahwa batuan tersebut dulunya berada di lantai samudera yang kemudian tersingkap ke permukaan karena suatu proses tektonik lempeng,” terang peneliti yang aktif berkecimpung dalam kegiatan pengembangan geopark di Indonesia ini.

Ia menilai geoarea Karangsambung memiliki geoheritage bernilai tinggi, sebagai zona subduksi dan lantai samudera purba. “Ini menjadi kawasan yang baik untuk melakukan penelitian dan belajar ilmu kebumian, terlebih ekosistem ini ditunjang pula dengan adanya Kawasan Geodiversitas Indonesia yang dikelola BRIN,” tegas Chusni.

Sementara itu, geoarea Karangbolong memiliki morfologi batuan yang sama sekali berbeda dengan Karangsambung yaitu berupa karst. Ia menyebutkan, “Karangbolong merupakan kawasan bentang alam karst, batuannya berlubang dan proses pembentukannya dikontrol oleh patahan sehingga menghasilkan banyak gua.” Gua yang terkenal diantaranya Jatijajar, Barat, dan Petruk. (Mn)

Comments are closed.
× Apa yang bisa kami bantu ?